dualisme sejarah lokal dan nasional

1.Dualisme Sejarah Lokal dan Nasional
            a.Batasan pengertian dan ruang lingkup Sejarah Lokal
            Beberapa pengertian dari sejarah lokal
            Sejarah Lokal sebagai suatu bentuk penulisan sejarah dalam lingkup yang terbatas, yang meliputi suatu lokalitas tertentu. Sejarah lokal adalah kisah masa lampau dari kelompok masyarakat tertentu yang berada pada geografis terbatas. Sejarah lokal dikatakan sebagai suatu peristiwa yang hanya terjadi dalam lokasi yang kecil, baik pada desa atau kota-kota tertentu.Sejarah lokal adalah sejarah yang menyangkut sebuah desa/ beberapa desa, sebuah kota kecil/ sedang (pelabuhan besar/ ibu kota tidak termasuk). Sejarah lokal adalah studi tentang kehidupan masyarakat atau khususnya komunitas dari suatu lingkungan sekitar (neighnorhood) tertentu dalam dinamika perkembangannya dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
            Dari sejumlah rumusan tersebut dapat ditarik suatu ”benang merah” bahwa yang menjadi pokok perhatian adalah ruang lingkup geografis/ tempat/ unit spatial yang terbatas, meliputisuatu lokalitas tertentu beserta kehidupan mesyarakat. Bahwa lingkungan tersebut adalah suatu unit kesadaran historis, dalam artian bahwa daerah/ wilayah tertentu ini masing-masing pada dirinya dan pada bagiannya merupakan pusat terjadinya sejarah. Setiap daerah etnis kultural memiliki kesatuan historis serta konsep tentang kelampauan yang khas.
            Lingkup terbatas yang dimaksudkan ini terutama dihubungkandengan unsur wilayah, dan komunitas yang ada di dalamnya, bukan kepada masalah waktu (lingkup 5 temporal) maupun peristiwa (tema) tertentu dari masa lampaunya.. yang sangat menarik adalah apa yang diungkapkan dalam buku Sejarah lokal di Indonesia karya Taufik Abdullah bahwa batasan tentang kelokalan adalah menurut kesepakatan penulis dengan apa yang akan ditulisnya. Ini hendaknya dipandang sebagai satu bentuk pertanggungjawaban secara akademik dari si penulis/ peneliti itu sendiri. Penulislah yang menentukanbahwa yang ditulis termasuk dalam studi sejarah lokal, tanpa mengesampingkan berbagai definisi di atas.
Dengan demikian ruang lingkup sejarah lokal adalah keseluruhan lingkungan sekitar baik yang menyangkut kesatuan wilayah seperti desa, kecamatan,kota kecil, kabupaten atau kesatuan lokalitas lainnya beserta institusisosial budaya yang berada di dalamnya seperti keluarga, pola pemukiman, lembaga pemerintah setempat, perkumpulan kesenian, dll. Oleh karenanya dalam kajian sejarah lokal berbagai aspek dari kehidupanmasa lampau masyarakat setempat sapat diselidiki apa itu aspek politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Namun perlu digarisbawahi kalau problem-problem pokok haruslah bertitik tolak dari realitas lokal itu sendiri. Ini berarti seleksi peristiwa ditentukan oleh tingkat pentingnya dalam perkembangan masyarakat setempat atau lingkungan yang dibicarakan, bukan dari kenyataan yang berada di luarnya.
Menurut Taufik Abdullah sejarah lokal adalah suatu peristiwa yang terjadi di tingkat lokal yang batasannya dibuat atas kesepakatan atau perjanjian oleh penulis sejarah. Batasan lokal ini menyangkut aspek geografis yang berupa tempat tinggal suku bangsa, suatu kota, atau desa .
PENULISAN SEJARAH LOKAL DI INDONESIA
Penulisan Sejarah Lokal Di Indonesia terdiri dari 5 tipe yaitu:
1.sejarah lokal tradisional
Merupakan hasil penyusunan sejarah dari berbagai kelompok etnik dari seluruh Indonesia yang sudah bersifat tertulis. Sejarah lokal tradisional boleh dikatakan merupakan tipe sejarah lokal yang baru pertama kali muncul di Indonesia. Penyusun sejarah lokal tradisional ini diduga adalah tokoh-tokoh intektual tradisional yang tidak bisa dibandingkan dengan sejarahwan profesional, karena latar belakang pendidikan yang khusus.
Di lain pihak bagi sejarawan lokal modern, sejarah lokal tradisional mempunyai nilai tersendiri bagi sumber sejarahPenulisan sejarah lokal tradisonal ini berupa babad, hikayat, dan sebagainya. Karena yang terpenting adalah kepedulian masyarakat sebelumnya  mengabdikan pengalaman-pengalaman sesuai dengan pikiran masyarakat tradisionalnya.
2. sejarah lokal dilentatis (amatir)
penulisan sejarah yang dilakukan oleh para peminat sejarah, tetapi tidak mempunyai basic akademik sejarah. Tetapi lebih menekankan pada rekreatif atau hiburan atau memenuhi rasa estetis individual atau keingin tahuan pribadi. Dalam melakukan penelitian sejarah ini yang terpenting adanya kesadaran sejarah dilingkunan masyarakatnya yang mungkin bisa dijadikan motivasi dalam rangka pembangunan masyarakat secara keseluruhan.
3.Sejarah Lokal Edukatif Inspiratif
Sejarah lokal Edukatif Inspiratif adalah jenis sejarah lokal yang memang disusun  dalam rangka mengembangkan kecintaan sejarah terutama pada sejarah lingkungannya yang kemudian menjadi pangkal bagi timbulnya kesadaran sejarah dalam artian luas (kesadaran sejarah lingkungan dalam rangkah kesadaran nasional).Guna edukatif dari sejarah memberikan “wisdoms”, kearifan, kebijaksanaan, pemahaman jati diri sebagai bangsa sebagai ancangan pijakan merencanakan dan membangun masa depan yang lebih baik.
4. sejarah lokal kolonial
sejarah lokal ini merupakan  suatu kategori tersendiri dalam tipologi sejarah lokal, terutama beberapa karakteristik yang dimilikinya.Karakteristik pertama adalah sebagian besar dari penyusunannya adalah pejabat-pejabat pemerintah kolonial seperti Residen, Asisten Residen, Kontrolir atau pejabat-pejabat pribumi, tetapi atas dorongan dari pemerintah klonial Belanda.
Karakteristik kedua  adalah berupa laporan-laporan  dari pejabat-pejabat kolonial di daerah-daerah. Laporan ini bisah berupah serah jabatan, laporan khusus kepada pemerintah pusat di Batavia tentang suatu perkembangan khusus di daerah kekuasaan atau laporan-laporan yang menceritakan wilayah-wilayah yang diincar di Indonesia.
5. sejarah lokal kritis analitis
Isi penulisan sejarah dilakukan secara professional (ditangani oleh sejarawan professional) dengan menggunakan metode penulisan sejarah
.           Arti Penting Kajian Sejarah Lokal, Yaitu:
1.    memperluas dan memperkaya sejarah nasional
2.    memperdalam pengetahuan kita tentang sejarah lokal
3.    memperdalam kesadaran sejarah
4.    mengenal sejarah lokal seluruh Indonesia secara lebih baik dan bermakna
5.    sebagai bahan koreksi tehadap generalisasi sejarah indonsia yang sudah ada.
6.    meningkatkan pengertian  antar kelompok etnis di Indonesia.
b.Pengertian Sejarah Nasional
            Sejarah nasional digunakan sebagai suatu konsep resmi negara.Sejarah Nasional dalam arti sempit ialah yang mencakup aliran-aliran historis yang menuju ke arah pembentukan bangsa dan nasionalisme.Sejarah nasional lebih bersifat konsepsi umum yang mendukung penanaman nilai nasionalisme, biasanya merupakan hal-hal lokal yang dianggap memiliki pengaruh secara nasional dan kebangsaan. Sejarah nasional Indonesia terpusat kajiannya di pulau Jawa. Penempatan kerajaan Majapahit sebagai titik awal dari nasionalisme dan terpusatnya kekuasaan kolonial di pulau Jawa menjadi kajian sejarah nasional lebih dominan terjadi di pulai tersebut. Sementara sejarah-sejarah lainnya di daerah (terutama diluar pulau Jawa) dianggap sebagai sejarah lokal atau sejarah daerah. Polemik antara sejarah nasional dan sejarah lokal, penulisan sejarah nasional didominasi oleh kajian sejarah politik sehingga menyebabkan masyarakat kecil tidak mendapatkan tempat dalam narasi sejarah.
            Penulisan sejarah yang sangat politis berkosekuensi juga pada upaya generalisasi terhadap konten sejarah. Dampak dari pendekatan politik juga bisa dilihat dari materi sejarah berisi baik-buruk dan benar salah. Dengan kata narasi sejarah hanya akan melihat pada dua sisi nilai tersebut saja. Yang baik akan selalu ditonjolkan sementara yang buruk ditinggalkan atau paling tidak dinarasikan secara negatif. Sebagai contoh, penulisan sejarah pemberontakan di Indonesia yang menempatkan posisi pemberontak pihak yang tertuduh dan pemerintah sebagai pihak yang selalu benar.contoh: pemberontakan DI/TII Aceh tahun 1953, terjadi pembantaian dan kekerasan oleh pihak militer terhadap masyarakat.
            Cerita seperti ini sama sekali tidak tercatat dalam sejarah nasional Indonesia karena mungkin dianggap akan mencoreng nama baik negara oleh sebab pelanggaran alat negara terhadap rakyatnya. Namun di sisi lain nasib rakyat sebagai korban sama sekali tidak diperhatikan dan diabaikan. Pola penulisan politik seperti sarat dengan kepentingan pemerintah dan rezim yang berkuasa. Ironinya, kepentingan tersebut dibalut dengan rasa nasionalisme dan alasan kepentingan negara. Pengembangan sejarah nasional sekarang ini sering kurang memberi makna bagi orang-orang tertentu terutama sejarah daerahnya sendiri.
Banyak sejarah nasional tidak dapat menggali lebih mendalam tentang kajiannya dan bersifat umum saja. Sejarah daerah kita sendiri terkadang luput dari pengetahuan kita dan sejarah lokal juga bisa digunakan untuk mengoreksi generalisasi-generalisasi dari Sejarah nasional. Sejarah lokal sengaja dibuat untuk orang-orang dari zaman kemudian dari hidup pembuatnya.
Sejarah Lokal dalam Melengkapi Sejarah Nasional
Sejarah lokal seringkali dipahami sebagai bagian dari sejarah nasional. Hal ini dilatar belakangi oleh fakta bahwa studi sejarah lokal diperlukan untuk mencari bahan sebagai penyusun nasional yang akhirnya hanya menghasilkan sejarah nasional versi lokal. Realitas yang muncul di daerah-daerah dapat berubah, sehingga kadang-kadang peristiwa nasional yang penting dalam kategori sejarah nasional bisa saja tidak memiliki arti apa-apa pada sejarah lokal.
 Sejarah nasional ditentukan oleh faktor-faktor ekstra lokal, bukan sekedar kumpulan-kumpulan peristiwa local, atau peristiwa lokal yang strategis namun juga tergantung pada kekuatan politik saat itu dan faktor internasional. Penyusunan sejarah nasional tidak hanya sekedar berdasarkan “pantas tidaknya” peristiwa untuk menjadi unsur dari sejarah nasional, namun juga berdasarkan logika keterkaitan peristiwa tersebut dengan latar belakang yang berlaku secara nasional.
Sejarah lokal dapat melengkapi sejarah nasional, karena sejarah nasional hanya membicarakan sesuatu secara umum sehingga sifatnya terbatas. Sejarah lokal memberikan detail sehingga mampu melengkapi kekurangan sejarah nasional. Misalkan sejarah nasional membicarakan proklamasi 1945, pasti hanya membicarakan kisah di Jakarta. Hal ikhwal proklamasi di daerah/lokal akan menjadi fungsi pelengkap sejarah nasional. Hasil studi khusus pada sejarah lokal akan memberikan pengetahuan lebih umum terhadap kejadian-kejadian historis di tingkat lokal yang merupakan dimensi sejarah nasional.
2. Priodesasi sejarah di sumatera Utara dalam Historiografi
            a.Mengenal Historiografi
Penulisan sejarah (historiografi) merupakan fase atau langkah yang penting dari beberapa fase yang biasanya dilakukan oleh peneliti sejarah. Penulisan sejarah (historiografi) merupakan cara penulis an, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan sebagai hal perwujudan laporan penelitian atau penulisan sejarah tersebut. Penulisan Sejarah (Historiografi ) juga dapat menjadi ekspresi kultural dan pantulan keprihatinan sosial masyarakat atau kelompok sosial yang dihasilkan oleh zamannya. Hal itu tidak berarti mengingkari bahwa karya sejarah merupakan hasil rekonstruksi sejarawan. Dalam perkembangan penulisan sejarah (historiografi) di Indonesia, beberapa corak historiografi cukup menonjol, yaitu historiografi tradisional, historiografi kolonial dan historiografi nasional.
Historiografi Tradisional
Penulisan sejarah tradisional adalah penulisan sejarah yang dimulai dari zaman Hindu sampai masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Penulisan sejarah pada zaman ini berpusat pada masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa, bersifat istanasentris, yang mengutamakan keinginan dan kepentingan raja. Penulisan sejarah di zaman Hindu-Buddha pada umumnya ditulis diprasastikan dengan tujuan agar generasi penerus dapat mengetahui peristiwa di zaman kerajaan pada masa dulu, di mana seorang raja memerintah.
Dalam historiografi tradisional terjalinlah dengan erat unsur-unsur sastra, sebagai karya imajinatif dan mitologi, sebagai pandangan hidup yang dikisahkan sebagai uraian peristiwa pada masa lampau, seperti tercermin dalam babad atau hikayat. Contoh-contoh historiografi tradisional di antaranya ialah sejarah Melayu, hikayat raja-raja Pasai, hikayat Aceh, Babad Tanah Jawi, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Kartasura, dan masih banyak lagi.
Adapun ciri-ciri dari historiografi tradisional adalah sebagai berikut.
§  Religio sentris, artinya segala sesuatu dipusatkan pada raja atau keluarga raja (keluarga istana), maka sering juga disebut istana sentris atau keluarga sentris atau dinasti sentris.
§  Bersifat feodalistis-aristokratis, artinya yang dibicarakan hanyalah kehidupan kaum bangsawan feodal, tidak ada sifat kerakyatannya. Historiografi tersebut tidak memuat riwayat kehidupan rakyat, tidak membicarakan segi-segi sosial dan ekonomi dari kehidupan rakyat.
§  Religio magis, artinya dihubungkan dengan kepercayaan dan hal-hal yang gaib.
§  Tidak begitu membedakan hal-hal yang khayal dan yang nyata.
§  Tujuan penulisan sejarah tradisional untuk menghormati dan meninggikan kedudukan raja, dan nama raja, serta wibawa raja supaya raja tetap dihormati, tetap dipatuhi, tetap dijunjung tinggi. Oleh karena itu, banyak mitos bahwa raja sangat sakti, raja sebagai penjelmaan/titisan dewa, apa yang dikatakan raja serba benar sehingga ada ungkapan "sadba pandita ratu datan kena wowawali" (apa yang diucapkan raja tidak boleh berubah, sebab raja segalanya). Dalam konsep kepercayaan Hindu, raja adalah "mandataris dewa" sehingga segala ucapan dan tindakannya adalah benar

a)      Periodisasi kedatangan Hindu-Budha di Sumatera Utara (III-V Masehi)


Kedatangan berbagai etnis India ke pantai timur Sumatera dan pantai Barat Sumatera Utara sudah jauh sekali sebelum Masehi, yaitu membawa agama Hindu dan terakhir kemudian juga agama Budha terutama masa arus angin dari India ke Barus pada bulan Nopember dan Desember. Prof. Coomalaswamy menulis bahwa Sumatera yang mula-mula sekali dari sejak sebelum Masehi menerima pendatang Hindu-India. Mereka membawa aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Abad ke-V Masehi gelombang dari India Selatan membawa agama Budha ke Sumatera dan memperkenalkan aksara Nagari yang menjadi cikal bakal aksara Melayu Kuno, Batak dan lain-lain.
Sejak abad ke-3 M, transportasi perdagangan di kepulauan Nusantara berada di tangan orang Cola. Pusat di Tamilakam, diambil alih oleh orang Pallava yang kemudian pula ditaklukkan oleh Cola kembali diabad ke-9 M. Orang Pallava dulu beragama Budha, tetapi menjadi Hindu kembali. Mereka berasal dari India utara dan simbol mereka “makara” dan “lembu Shiwa” dan menganggap mereka bukan dari Matahari atau Bulan tetapi dari “Aswattaman” (pahlawan dari cerita Mahabharata). Merekalah yang merebut ibukota Cola tahun 280 M dan lambang raja-raja Cola adalah Harimau yang dicap pada benderanya. Juga pada tahun 717 M pendeta Tamil Wajabodhi membawa aliran Tantrisme Mahayana Budha ke MALAYU seperti terdapat di candi di Padang Lawas dan patung Adytiawarman di Pagarruyung. *Kesemuanya bersamaan dengan membawa juga pengaruh atas perdagangan dan adat-budaya kepada masyarakat di pantai Barat Sumatera Utara dan mereka membawa aksara PALLAWA. Peranan etnis India dari Malabar (Malabari) dapat ditelusuri dari hikayat tentang masuknya Islam ke Sumatera. Islam di Malabar ialah bermazhab Syafei.
Menurut Tome Pires (1515 M) Raja Pasai dan sebagian penduduknya berasal dari India Islam dari Bengal. Banyak Pedagang Gujarat, Kling dan Bengal di sini.
Di Lobu Tua (Barus) pantai barat Propinsi Sumatera Utara telah ditemukan Batu Bersurat, tetapi atas perintah pembesar Belanda kepada Raja Barus Sutan Mara Pangkat sebahagian telah dihancurkan. Adapun sisa-sisa dari pecahan batu prasasti itu ada disimpan di seksi arkeologi Museum Pusat Jakarta, dan inskripsinya sudah diterjemahkan oleh PROF. DR. K. A. NILAKANTA SASTRI dari Univ. Madras ditahun 1931, yang menurut beliau prasasti itu dibuat ditahun Saka 1010 (=1088 M.). Itu masa pemerintahan RAJA COLA Kerajaan yang diperintah oleh KULOTUNGGADEWA-I yang menguasai wilayah Tamil di India Selatan.
v  Kerajaan Pannai sebagai bukti masuknya Buddha di Sumatera Utara
Kerajaan Pannai, Panai atau Pane merupakan kerajaan Buddhis yang pernah berdiri pada abad ke-11 sampai ke-14 di pesisir timur Sumatera Utara. Lokasi kerajaan ini tepatnya di lembah sungai Panai dan Barumun yang mengalir diKabupaten Labuhanbatu dan Kabupaten Tapanuli Selatan sekarang. Kerajaan ini kurang dikenal akibat minimnya sumber sejarah dan sedikitnya prasasti yang menyebutkan kerajaan ini.
Sebagai kerajaan kecil, kemungkinan kerajaan Pannai merupakan kerajaan bawahan dari Kerajaan Sriwijaya kemudian Dharmasraya. Meskipun kurang dikenal, kerajaan Buddha beraliran Tantrayana ini meninggalkan peninggalan belasan candi-candi Buddha yang tersebar di kawasan Percandian Padanglawas, yakni sebanyak 16 bangunan, salah satunya Candi Bahal. Para arkeolog dan sejarahwan berusaha mencari lokasi kerajaan ini, dan karena kesamaan nama tempat maka merujuk pada daerah di sekitar muara sungai Panai dan sungai Barumun, pantai timur Sumatera Utara yang menghadap perairan Selat Melaka, kini terletak di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Pada tahun 1846 Franz Junghuhn, seorang ahli geologi dan Komisaris Hindia Timur melaporkan temuan kompleks biaro di Padanglawas di daerah hulu sungai Barumun. Daerah luas yang sunyi dengan runtuhan biaronya, dahulu kala pernah menjadi pusat keagamaan Kerajaan Pannai. Sebuah kerajaan yang kurang dikenal dalam percaturan sejarah kuno Indonesia.
Daerah Padanglawas merupakan dataran rendah yang kering, pada masa lampau mungkin tidak pernah menjadi pusat pemukiman, dan hanya berfungsi sebagai pusat upacara keagamaan. Meskipun daerah ini dapat dicapai melalui jalan sungai dan jalan darat, yang dapat berarti tidak terisolir, tetapi lingkungan Padanglawas yang sering bertiup angin panas tidak memungkinkan untuk bercocok tanam. Oleh karena itulah, diduga bahwa pemukiman masyarakat pendukung budaya biaro Padanglawas seharusnya bermukim di daerah muara Sungai Panai dan Barumun, tidak di sekitar kompleks percandian.Maka diduga pusat kerajaan Pannai terletak di daerah yang lebih subur dan lebih dekat ke jalur perdagangan Selat Melaka, yaitu di sekitar muara sungai Panai dan Barumun.

b)      Periodisasi kedatangan Islam di Sumatera Utara

 

Sumatera Utara memiiki letak geografis yang strategis. Hal ini membuat Sumatera Utara menjadi pelabuhan yang ramai, menjadi tempat persinggahan saudagar-saudagar muslim Arab dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu.
Dari catatan perjalanan di Perlak (Peureula) Marcopolo menjumpai penduduk yang memeluk agama Islam, dan juga banyak pedagang Islam yang berasal dari India yang giat menyebarkan agama Islam. Di sekitar kota banyak penduduknya yang masih kafir. Hal ini menunjukkan pada masa kedatangan Marcopolo pengislaman di wilayah itu belum lama berlangsung. (A. Hasyimsy, 1993.193)
Keadaan ini rupanya sangat segera berubah. Di Samudra terdapatkan makam-makam raja Islam, di antaranya satu dari Sultan Malik al-Saleh yang meninggal dalam bulan Ramadhan tahun 676 sesudah hijrah Nabi (= 1297 Masehi). Ini, berarti, bahwa segera sesudah kunjungan Marco Polo itu Samudra telah di Islamkan, sedangkan yang memerintah adalah orang yang bergelar “Sultan”. (A. Hasyimsy, 1993.193)
Sebelum masuk agama Islam ke Sumatera Utara, masyarakat setempat telah menganut agama Hindu. Hal ini dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan bahwasanya Sultan Malik As-Shaleh, Sultan Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya diIslamkan oleh Syekh Ismael. (A.Hasyimsy, 1993. 194)
Sama halnya dengan Sumatera Utara, Sumatera Selatan juga memiliki letak geografis yang strategis. Sehingga pelabuhan di Sumatera Selatan merupakan pelabuhan yang ramai dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Oleh karena itu, otomatis banyak saudagar-saudagar muslim yang singgah ke pelabuhan ini. (A. Hasyimsy, 1993.194)
Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perniagaan yang terpenting di Nusantara pada abad ke- 7 M. Sehingga Sumatera Utara menjadi salah satu tempat berkumpul dan singgahnya para saudagar-saudagar Arab Islam. Dengan demikian dakwah Islamiyah berpeluang untuk bergerak dan berkembang dengan cepat di kawasan ini.
Hal ini berdasarkan catatan tua Cina yang menyebutkan  adanya sebuah kerajaan di utara Sumatera namanya Ta Shi telah membuat hubungan diplomatik dengan kerajaan Cina. Ta Shi menurut istilah Cina adalah istilah yang diberikan kepada orang-orang Islam. Letak kerajaan Ta Shi itu lima hari berlayar dari Chop’o (bagian yang lebih lebar dari malaka) di seberang selat Malaka. Ini menunjukkan Ta Shi dalam catatan tua Cina itu ialah Ta Shi Sumatera Utara, bukan Ta Shi Arab. Karena, Ta Shi Arab tidak mungkin di capai dalam waktu lima hari. (A.Hasyimsy, 1993. 193)
Islam semakin berkembang di Sumatera Utara setelah semakin ramai pedagang – pedagang muslim yang datang ke Nusantara, karena Laut Merah telah menjadi Laut Islam sejak armada rome dihancurkan oleh armada muslim di Laut Iskandariyah. (A.Hasyimsy, 1993. 193)
Disamping itu terdapat satu faktor besar yang menyebabkan para pedagang Islam  Arab memilih Sumatera Utara pada akhir abad ke- 7 M yaitu karena terhalangnya pelayaran mereka melalui Selat Malaka karena disekat oleh tentara laut/Sriwijaya kerajaan Budha sebagai pembalasan atas serangan tentara Islam atas kerajaan Hindu di Sind. Maka terpaksalah mereka melalui Sumatera utara dengan pesisir barat Sumatera kemudian masuk selat Sunda melalui Singapura menuju Kantun, Cina. (A.Hasyimsy, 1993. 193)

a.       Kerajaan Aru
Kerajaan Aru atau Haru merupakan sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah pantai timur Sumatera Utara sekarang. Nama kerajaan ini disebutkan dalam Pararaton(1336) dalam teks Jawa Pertengahan (terkenal dengan Sumpah Palapa)
Dalam perjalanan Marco Polo pada tahun 1292 Kerajaan Aru tidak disebutkan, diindikasikan adanya 8 (delapan) kerajaan di Pulau Sumatera yang seluruh penduduknya penyembah berhala. Kunjungan ini bertepatan dengan pembentukan negara-negara pelabuhan Islam pertama. Beberapa kerajaan yang disebutkan Ferlec (Perlak), Fansur (Barus),Basman (Peusangan)-di daerah Bireuen sekarang- , Samudera (kemudian dikenal Pasai) dan Dagroian (Pidie). Tiga kerajaan lainnya tidak disebutkan.[6]. Sumber lain menambahkan Lambri (Lamuri) dan Battas (Batak).[7]
Islam masuk ke kerajaan Haru paling tidak pada abad ke-13[5]. Kemungkinan Haru lebih dulu memeluk agama Islam daripada Pasai, seperti yang disebutkan Sulalatus Salatin dan dikonfirmasi oleh Tome Pires[4]. Sementara peduduknya masih belum semua memeluk Islam, sebagaimana dalam catatan d'Albuquerque (Afonso de Albuquerque) (Commentarios, 1511, BabXVIII) dinyatakan bahwa penguasa kerajaan-kerajaan kecil di Sumatera bagian Utara dan Sultan Malaka biasa memiliki orang kanibal sebagai algojo dari sebuah negeri yang bernama Aru. Juga dalam catatan Mendes Pinto (1539), dinyatakan adanya masyarakat 'Aaru' di pesisir Timur Laut Sumatera dan mengunjungi rajanya yang muslim, sekitar dua puluh tahun sebelumnya, Duarte Barbosa sudah mencatat tentang kerajaan Aru yang ketika itu dikuasai oleh orang-orang kanibal penganutpaganisme Namun tidak ditemukan pernyataan kanibalisme dalam sumber-sumber Tionghoa zaman itu.

Historiografi Kolonial
Berbeda dengan historiografi tradisional, historiografi kolonial merupakan penulisan sejarah yang membahas masalah penjajahan Belanda atas Bangsa Indonesia. Penulisan tersebut dilakukan oleh orang-orang Belanda dan banyak di antara penulisnya yang tidak pernah melihat Indonesia. Sumber-sumber yang dipergunakan berasal dari arsip negara di negeri Belanda dan di Jakarta (Batavia); pada umumnya tidak menggunakan atau mengabaikan sumber-sumber Indonesia.
 Sesuai dengan namanya, yaitu historiografi kolonial, maka sebenarnya kuranglah tepat bila disebut penulisan sejarah Indonesia. Lebih tepat disebut sejarah Bangsa Belanda di Hindia Belanda (Indonesia). Mengapa demikian? Hal ini tidaklah mengherankan, sebab fokus pembicaraan adalah Bangsa Belanda, bukanlah kehidupan rakyat atau kiprah Bangsa Indonesia di masa penjajahan Belanda. Itulah sebabnya, sifat pokok dari historiografi kolonial ialah Eropa sentris atau Belanda sentris. Yang diuraikan atau dibentangkan secara panjang lebar adalah aktivitas Bangsa Belanda, pemerintahan kolonial, aktivitas para pegawai kompeni (orang-orang kulit putih), seluk beluk kegiatan para gubernur jenderal dalam menjalankan tugasnya di tanah jajahan, yakni Indonesia. Aktivitas rakyat tanah jajahan (rakyat Indonesia) diabaikan sama sekali.
Contoh historigrafi kolonial, antara lain sebagai berikut.
Indonesian Trade and Society karangan Y.C. Van Leur.
Indonesian Sociological Studies karangan Schrieke.
Indonesian Society in Transition karangan Wertheim.
Historiografi Nasional
Sesudah Bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan pada tahun 1945, maka sejak saat itu ada kegiatan untuk mengubah penulisan sejarah Indonesia sentris. Artinya, Bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia menjadi fokus perhatian, sasaran yang harus diungkap, sesuai dengan kondisi yang ada, sebab yang dimaksud dengan sejarah Indonesia adalah sejarah yang mengungkapkan kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia dalam segala aktivitasnya, baik politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Dengan demikian, maka muncul historiografi nasional yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri sebagai berikut.
§  Mengingat adanya character and nation-building.
§  Indonesia sentris.
§  Sesuai dengan pandangan hidup Bangsa Indonesia.
§  Disusun oleh orang-orang atau penulis-penulis Indonesia sendiri, mereka yang memahami dan menjiwai, dengan tidak meninggalkan syarat-syarat ilmiah.
Contoh historiografi nasional, antara lain sebagai berikut.
§  Sejarah Perlawanan-Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme, editor Sartono Kartodirdjo.
§  Sejarah Nasional Indonesia, Jilid I sampai dengan VI, editor Sartono Kartodirdjo.
§  Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara, karya R. Moh. Ali.
§  Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid I sampai dengan XI, karya A.H. Nasution.
3 .Pahlawan Lokal yang di Nasionalkan di Sumatera Timur
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yg gagah berani .Pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.
            Untuk memperoleh gelar sebagai pahlawan nasional, harus memenuhi syarat umum dan syarat khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26 UU No. 20/2009, yaitu:
1.    Syarat umum (Pasal 25 UU No. 20/2009):
a.    WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI;
b.    memiliki integritas moral dan keteladanan;
c.    berjasa terhadap bangsa dan negara;
d.    berkelakuan baik;
e.    setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan
f.     tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
2.    Syarat khusus (Pasal 26 UU No. 20/2009) berlaku untuk gelar pahlawan nasional yang diberikan kepada seseorang yang telah meninggal dunia dan yang semasa hidupnya:
a. pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa
b. tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan
c. melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya;
d. pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara;
e. pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa;
f. memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/atau
g. melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.
            Hal tersebut dapat dipercaya jika terdapat adanya :
1.    Daftar uraian riwayat hidup dan perjuangan beliau oleh yang bersangkutan secara tertulis dengan ilmiah, disusun sistematis, serta berdasarkan data yang akurat
2.    Daftar dan bukti Tanda Kehormatan yang pernah diterima/diperoleh
3.    Catatan pandangan/pendapat tokoh masyarakat tentang Pahlawan Nasional yang bersangkutan
4.    Foto-foto/gambar dokumentasi yang menjadi potret perjuangan beliau yang bersangkutan
5.    Telah diabadikan namanya melalui sarana monumental sehingga dikenal masyarakat

Mereka yang disebut sebagai pahlawan nasional dan revolusi ini dinilai memiliki kontribusi yang sangat besar dalam memperjuangkan, mengisi dan mempertahankan Indonesia, sehingga nama mereka dicatat dalam pelajaran Sejarah Indonesia dan wajib diketahui oleh pelajar.
Daftar Nama Pahlawan Lokal Medan yang dinasionalkan.
1.       Si Singamangaradja XII (SK Pres: 590 Tahun 1961  bertanggal 9 – 11 – 1961)
Lahir : Bakkara, Humbang Hasundutan,18 Februari 1845
Wafat : Dairi, 17 Juni 1907
Pemimpin legendaris masyarakat Batak bermarga Sinambela ini mempunyai gelar Patuan Bosar Ompu Pulo Batu. Beliau naik tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya Raja Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon. Penobatannya sebagai raja ke-12 bersamaan dengan masuknya Belanda ke Sumatera Utara. Disini Belanda berusaha menanamkan monopoli atas perdagangan di Bakkara. Hal ini memicu Perang Batak yang dipimpin oleh Sisingamangaraja XII hingga puluhan tahun lamanya. Setelah Bakkara dikuasai Belanda, beliau masih memimpin perang gerilya sampai akhirnya beliau gugur ditembak Belanda di Dairi beserta ketiga putra-putrinya. 
2.       Dr. Ferdinand Lumban Tobing(SK Pres: 361 Tahun 1962 bertanggal 17 – 11 – 1962)
Lahir di : Sibuluan,Sibolga,Sumut
19 Februari 1899
Wafat di :
Jakarta,7 Oktober 1962
Lulusan sekolah dokter STOVIA ini akhrab disapa FL Tobing. Beliau pernah bekerja di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pada awal kemerdekaan beliau diangkat sebagai Menteri Penerangan, Menteri Hubungan Antar Daerah, Menteri Transmigrasi dan Menteri Kesehatan (pejabat sementara). Selain itu ia juga pernah menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara. Namanya sekarang diabadikan menjadi nama bandara di kabupaten Tapanuli Tengah.
3.Mayjen (Purn) H Tengku Rizal Nurdin (SK Pepres No. 083/TK/2005 tanggal 9 November 2005)
Lahir : Bukittinggi, 21 Februari 1948
Wafat : Medan, 5 September 2005
Putera Melayu Deli ini pernah menjabat sebagai Pangdam I TNI Bukit Barisan tahun 1997-1998. Dia pernah menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara selama dua periode antara tahun 1998 sampai dengan 2005. Sebuah kecelakaan tragis mengakhiri hidupnya. Dia meninggal dalam  kecelakaan pesawat Mandala Airlines penerbangan RI 091 jurusan Medan-Jakarta pada tanggal 5 September 2005.
4.Jendral Besar (Purn) DR Abdul Harris Nasution
Lahir : Kotanopan, Mandailing Natal, 3 Desember 1918
Wafat : Jakarta, 6 September 2000
Penetapan : Keppres No. 73/TK/2002 tanggal 6 November 2002
AH Nasution adalah satu dari tiga Jenderal Besar di Indonesia selain Jend. Sudirman dan mantan presiden Jend. Soeharto. Beliau merupakan salah satu tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September, namun yang menjadi korban adalah putrinya Ade Irma Suryani dan ajudannya, Lettu Pierre Tendean. Pada saat itu beliau menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI. AH Nasution juga pernah diangkat menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia. Sebagai seorang pakar militer, AH Nasution sangat dikenal sebagai ahli  perang gerilya. Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal, Fundamentals of Guerrilla Warfare. Selain diterjemahkan ke berbagai bahasa asing, karya itu menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia, West Point Amerika Serikat. Jejak perjuangan beliau diabadikan dalam museum Sasmitaloka Jenderal Besar DR AH Nasution di jalan Teuku Umar No. 40 Jakarta.
5.H. Adam Malik Batubara

Lahir :  Pematangsiantar, 22 Juli 1917
Wafat : Bandung, 5 September1984
Penetapan :  Keppres Nomor 107/TK/1998 tanggal 6 November 1998
Adam Malik adalah wakil presiden Indonesia yang ketiga. Pernah menjabat sebagai Menteri Indonesia pada beberapa Departemen, antara lain Departemen Luar Negeri dan Departemen Perdagangan. Ia juga pernah menjadi ketua DPR tahun 1977 – 1978. Sebagai Menteri Luar Negeri, pada tahun 1971  ia terpilih sebagai orang Indonesia pertama yang menjadi Ketua Majelis Umum PBB ke-26. Bersama Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Untuk mengenang perjuangan beliau, dibangun sebuah museum di jalan Diponegoro No. 29 Jakarta.
6.Kiras Bangun (Gara Mata)
Lahir : Batu Karang, Payung, Karo, 1852
Wafat : Batu­karang, Payung, Karo, 22 Oktober 1942
Penetapan : Keppres No. 82/TK/2005 tanggal 7 November 2005
Beliau adalah seorang ulama dari Tanah Karo yang menggalang pasukan lintas agama di Sumatera Utara dan Aceh untuk menentang penjajahan Belanda. Pasukan yang disebut pasukan Urung tersebut beberapa kali terlibat pertempuran terbuka maupun gerilya dengan Belanda di Karo. Kiras pernah dibuang ke Cipinang bersama kedua anaknya antara tahun 1919-1926.


7.Mayjen (Anumerta) Donald Isaac Panjaitan

Lahir : Balige, 19 Juni 1925
Wafat : Jakarta, 1 Oktober 1965
Penetapan : Keppres No. 111/KOTI/1965 tanggal 5 Oktober 1965
Putera asli Balige, Toba Samosir ini mengawali karir sebagai anggota TKR (sekarang TNI). Beliau terbunuh pada peristiwa G 30 S tanggal 30 September 1965 kemudian dimakamkan di TMP Kalibata pada tanggal 5 Oktober 1965. Pada saat itu jabatan beliau adalah Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Beliau bersama kesembilan korban G 30 S lainnya dijuluki pahlawan Revolusi. Untuk mengenang jasa-jasanya dibangun Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
8.Mr DR (HC) Teuku Mohammad Hasan
Lahir : Sigli,  4 April 19
Wafat : Jakarta, 21 september 1977
Penetapan : Keppres Nomor 085/TK/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006
Teuku Muhammad Hasan adalah Gubernur Provinsi Sumatera Pertama setelah Indonesia merdeka dengan ibukota di Medan. Selain itu pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1948 hingga tahun 1949. Beliau juga dikenal sebagai pejuang dan perintis kemerdekaanIndonesia dengan bergabung ke organisasi Perhimpunan Indonesia bentukan Mohammad Hatta di Belanda.



9.Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera
Lahir : Tanjung Pura, Langkat, 28 Februari 1911
Wafat : Kuala Begumit, Langkat, 20 Maret 1946
Penetapan : Keppres No. 106/ tahun 1975 tanggal 3 November 1975
Tengku Amir Hamzah atau sering dipanggil Amir Hamzah terlahir sebagai putera bangsawan Kesultanan Langkat. Amir Hamzah bersekolah dan tinggal di pulau Jawa pada saat pergerakan kemerdekaan. Bersama dengan Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane ia mendirikan majalah Pujangga Baru  yang kemudian dianggap sebagai tonggak berdirinya angkatan sastrawan Pujangga Baru. Amir Hamzah selanjutnya dikenal menjadi penyair besar.
Tragis, Amir Hamzah terbunuh dalam Revolusi Sosial tahun 1946 yang melanda pesisir Sumatra bagian timur di awal-awal kemerdekaan. Revolusi Sosial adalah gerakan sosial di Sumatera oleh rakyat terhadap penguasa kesultanan Melayu. Revolusi ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak menghapuskan sistem kerajaan dengan alasan antifeodalisme. Akibatnya terjadi mobilisasi rakyat yang berujung pada pembunuhan anggota keluarga kesultanan Melayu yang dikenal pro-Belanda.
            10.Tahi Bonar Simatupang
                                      Lahir di Sidikalang,Sumatera Utara,28 Januari 1920
                                    Wafat di Jakarta,1 Januari 1990
           Penetapan : Keppres No. 068/TK/2013 tanggal 6 November 2013
Beliau diterima di Koninklije Militaire Academie (KMA) - akademi untuk anggota KNIL, di Bandung dan selesai pada 1942,dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Tulsa, Oklahoma, Amerika Serikat.(1969)Pernah menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Perang RI (1948-1949)Kepala Staf Angkatan Perang RI (1950-1954).Penasihat Militer di Departemen Pertahanan RI. 1954-1959ia kemudian mengundurkan diri dengan pangkat Letnan Jenderal dari dinas aktifnya di kemiliteran karena perbedaan prinsipnya dengan Presiden Soekarnopelayanan Gereja dan aktif menyumbangkan pemikiran-pemikirannya tentang peranan Gereja di dalam masyarakat.
§  Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia,
§  Ketua Majelis Pertimbangan PGI,
§  Ketua Dewan Gereja-gereja Asia,
§  Ketua Dewan Gereja-gereja se-Dunia, dll.
§  Ketua Yayasan Universitas Kristen Indonesia
§  Ketua Yayasan Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (IPPM) dan pencetusnya   
11.K.H Zainal Arifin
Lahir di : Barus,SUMUT,2 September  1909
Wafat di Jakarta, 2 Maret 1963
SK Pres: 35 Tahun 1963 bertanggal 4 – 3 – 1963
Beliau anak tunggal dari keturunan raja Barus, Sultan Ramali bin Tuangku Raja Barus Sultan Sahi Alam Pohan dengan perempuan bangsawan asal Kotanopan, Mandailing, Siti Baiyah boru Nasution.Beliau Anggota Komisariat Pemerintah Pusat di Jawa (KPPD), masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukit Tinggi, Sumatera Barat,Sekertaris Pucuk Pimpinan TNI,Wakil Partai Masyumi di DPRS (1949),Wakil Partai NU ,Wakil perdana menteri (waperdam) dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo I (1953-1955),Tokoh penting yang berhasil menempatkan partai NU ke dalam "tiga besar" pemenang pemilu 1955, dimana jumlah kursi NU di DPR meningkat dari hanya 8 menjadi 45 kursi. ,Wakil ketua I DPR RI, setelah pemilu 1955, Wakil NU dalam Majelis Konstituante ,Ketua DPR Gotong Royong (DPRGR) dan aktif dalam kegiatan seni sandiwara musikal melayu, Stambul Bangsawan sebagai penyanyi dan pemain biola. Stambul Bangsawan merantau ke Batavia (Jakarta)





12.LetjenTNI (Purn)Djamin Gintings

lahir di Karo, Sumut, 12 Januari 1921 dan
wafat di Ottawa, Kanada, 23 Oktober 1974 
Kepress No.115 TK 2014 Tanggal 06 Nov 2014
Beliau tokoh dari Sumatera Utara dan beliau adalah pejuang kemerdekaan yang menentang pemerintahan Hindia Belanda, beliau juga seorang petinggi TNI yang berhasil menumpas pemberontakan Nainggolan di Medan pada April 1958
Namun demikian, menurut Kepala Pusat Studi Sejarah dan Ilmu sosoal (Pussis) Dr Phil Ichwan Azhari, di Medan Unimed ini, beberapa nama yang juga layak dikenal sebagai pahlawan dari Sumatera Utara, tetapi kurang dikenal dalam Sejarah Nasional Indonesia adalah seperti Datuk Sunggal (pemimpin Perang Sunggal), Bedjo (pemimpin Pertempuran Medan Area),.Kemudian Raja Rondahaim Saragih (Tokoh dari Raya yang menolak kolonial), Sultan Mahmud Perkasa Alamsjah (tokoh pembangun kota Medan), Parada Harahap (tokoh pers Sumatera Utara), Adinegoro (Tokoh pers Sumatera Utara), Williem Iskandar (tokoh pendidikan), Abdoellah Loebis (tokoh pendidikan) dan Raja Orahili dari Nias.

Untuk itu, kata beliau, sudah seharusnya kurikulum pembelajaran sejarah lokal yang memuat materi-materi lokal mesti diperkenalkan kepada pelajar sehingga pelajar itu dapat mengetahui lebih luas tentang pejuang, tokoh dan pahlawan daerahnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

7 unsur kebudayaan suku batak simalungun

feminisme

Geostrategi dikaitkan dengan era globalisasi