dualisme sejarah lokal dan nasional
1.Dualisme Sejarah Lokal dan Nasional
a.Batasan pengertian
dan ruang lingkup Sejarah Lokal
Beberapa pengertian
dari sejarah lokal
Sejarah Lokal sebagai suatu bentuk penulisan sejarah
dalam lingkup yang terbatas, yang meliputi suatu lokalitas tertentu. Sejarah
lokal adalah kisah masa lampau dari kelompok masyarakat tertentu yang berada
pada geografis terbatas. Sejarah lokal dikatakan sebagai suatu peristiwa yang
hanya terjadi dalam lokasi yang kecil, baik pada desa atau kota-kota tertentu.Sejarah
lokal adalah sejarah yang menyangkut sebuah desa/ beberapa desa, sebuah kota
kecil/ sedang (pelabuhan besar/ ibu kota tidak termasuk). Sejarah lokal adalah
studi tentang kehidupan masyarakat atau khususnya komunitas dari suatu
lingkungan sekitar (neighnorhood) tertentu dalam dinamika perkembangannya dalam
berbagai aspek kehidupan manusia.
Dari sejumlah rumusan tersebut dapat
ditarik suatu ”benang merah” bahwa yang menjadi pokok perhatian adalah ruang
lingkup geografis/ tempat/ unit spatial yang terbatas, meliputisuatu lokalitas
tertentu beserta kehidupan mesyarakat. Bahwa lingkungan tersebut adalah suatu
unit kesadaran historis, dalam artian bahwa daerah/ wilayah tertentu ini
masing-masing pada dirinya dan pada bagiannya merupakan pusat terjadinya
sejarah. Setiap daerah etnis kultural memiliki kesatuan historis serta konsep
tentang kelampauan yang khas.
Lingkup terbatas yang dimaksudkan
ini terutama dihubungkandengan unsur wilayah, dan komunitas yang ada di
dalamnya, bukan kepada masalah waktu (lingkup 5 temporal) maupun peristiwa
(tema) tertentu dari masa lampaunya.. yang sangat menarik adalah apa yang
diungkapkan dalam buku Sejarah lokal di Indonesia karya Taufik Abdullah bahwa
batasan tentang kelokalan adalah menurut kesepakatan penulis dengan apa yang
akan ditulisnya. Ini hendaknya dipandang sebagai satu bentuk pertanggungjawaban
secara akademik dari si penulis/ peneliti itu sendiri. Penulislah yang
menentukanbahwa yang ditulis termasuk dalam studi sejarah lokal, tanpa
mengesampingkan berbagai definisi di atas.
Dengan demikian ruang lingkup sejarah lokal adalah keseluruhan
lingkungan sekitar baik yang menyangkut kesatuan wilayah seperti desa,
kecamatan,kota kecil, kabupaten atau kesatuan lokalitas lainnya beserta
institusisosial budaya yang berada di dalamnya seperti keluarga, pola
pemukiman, lembaga pemerintah setempat, perkumpulan kesenian, dll. Oleh
karenanya dalam kajian sejarah lokal berbagai aspek dari kehidupanmasa lampau
masyarakat setempat sapat diselidiki apa itu aspek politik, sosial, ekonomi,
kebudayaan dan sebagainya. Namun perlu digarisbawahi kalau problem-problem
pokok haruslah bertitik tolak dari realitas lokal itu sendiri. Ini berarti
seleksi peristiwa ditentukan oleh tingkat pentingnya dalam perkembangan
masyarakat setempat atau lingkungan yang dibicarakan, bukan dari kenyataan yang
berada di luarnya.
Menurut
Taufik Abdullah sejarah lokal adalah suatu peristiwa yang terjadi di tingkat
lokal yang batasannya dibuat atas kesepakatan atau perjanjian oleh penulis
sejarah. Batasan lokal ini menyangkut aspek geografis yang berupa tempat
tinggal suku bangsa, suatu kota, atau desa .
PENULISAN
SEJARAH LOKAL DI INDONESIA
Penulisan
Sejarah Lokal Di Indonesia terdiri dari 5 tipe yaitu:
1.sejarah lokal tradisional
Merupakan hasil penyusunan
sejarah dari berbagai kelompok etnik dari seluruh Indonesia yang sudah bersifat
tertulis. Sejarah lokal tradisional boleh dikatakan merupakan tipe sejarah
lokal yang baru pertama kali muncul di Indonesia. Penyusun sejarah lokal tradisional
ini diduga adalah tokoh-tokoh intektual tradisional yang tidak bisa
dibandingkan dengan sejarahwan profesional, karena latar belakang pendidikan
yang khusus.
Di lain pihak bagi sejarawan
lokal modern, sejarah lokal tradisional mempunyai nilai tersendiri bagi sumber
sejarahPenulisan sejarah lokal tradisonal ini berupa babad,
hikayat, dan sebagainya. Karena yang terpenting adalah kepedulian masyarakat
sebelumnya mengabdikan pengalaman-pengalaman sesuai dengan pikiran
masyarakat tradisionalnya.
2. sejarah lokal dilentatis (amatir)
penulisan sejarah yang dilakukan oleh para peminat
sejarah, tetapi tidak mempunyai basic akademik sejarah. Tetapi lebih menekankan
pada rekreatif atau hiburan atau memenuhi rasa estetis individual atau keingin
tahuan pribadi. Dalam melakukan penelitian sejarah ini yang terpenting adanya
kesadaran sejarah dilingkunan masyarakatnya yang mungkin bisa dijadikan
motivasi dalam rangka pembangunan masyarakat secara keseluruhan.
3.Sejarah Lokal Edukatif Inspiratif
Sejarah lokal Edukatif Inspiratif adalah jenis sejarah
lokal yang memang disusun dalam rangka mengembangkan kecintaan sejarah
terutama pada sejarah lingkungannya yang kemudian menjadi pangkal bagi
timbulnya kesadaran sejarah dalam artian luas (kesadaran sejarah lingkungan
dalam rangkah kesadaran nasional).Guna edukatif dari sejarah memberikan “wisdoms”,
kearifan, kebijaksanaan, pemahaman jati diri sebagai bangsa sebagai ancangan
pijakan merencanakan dan membangun masa depan yang lebih baik.
4. sejarah lokal kolonial
sejarah lokal ini merupakan suatu kategori
tersendiri dalam tipologi sejarah lokal, terutama beberapa karakteristik yang
dimilikinya.Karakteristik pertama adalah sebagian besar dari penyusunannya
adalah pejabat-pejabat pemerintah kolonial seperti Residen, Asisten Residen,
Kontrolir atau pejabat-pejabat pribumi, tetapi atas dorongan dari pemerintah
klonial Belanda.
Karakteristik kedua adalah berupa
laporan-laporan dari pejabat-pejabat kolonial di daerah-daerah. Laporan
ini bisah berupah serah jabatan, laporan khusus kepada pemerintah pusat di
Batavia tentang suatu perkembangan khusus di daerah kekuasaan atau
laporan-laporan yang menceritakan wilayah-wilayah yang diincar di Indonesia.
5. sejarah lokal kritis analitis
Isi penulisan sejarah dilakukan secara professional
(ditangani oleh sejarawan professional) dengan menggunakan metode penulisan
sejarah
. Arti Penting Kajian Sejarah Lokal,
Yaitu:
1.
memperluas dan
memperkaya sejarah nasional
2.
memperdalam
pengetahuan kita tentang sejarah lokal
3.
memperdalam kesadaran
sejarah
4.
mengenal sejarah
lokal seluruh Indonesia secara lebih baik dan bermakna
5.
sebagai bahan koreksi
tehadap generalisasi sejarah indonsia yang sudah ada.
6.
meningkatkan
pengertian antar kelompok etnis di Indonesia.
b.Pengertian Sejarah Nasional
Sejarah
nasional digunakan sebagai suatu konsep resmi negara.Sejarah Nasional dalam
arti sempit ialah yang mencakup aliran-aliran historis yang menuju ke arah
pembentukan bangsa dan nasionalisme.Sejarah nasional lebih bersifat konsepsi
umum yang mendukung penanaman nilai nasionalisme, biasanya merupakan hal-hal
lokal yang dianggap memiliki pengaruh secara nasional dan kebangsaan. Sejarah
nasional Indonesia terpusat kajiannya di pulau Jawa. Penempatan kerajaan
Majapahit sebagai titik awal dari nasionalisme dan terpusatnya kekuasaan
kolonial di pulau Jawa menjadi kajian sejarah nasional lebih dominan terjadi di
pulai tersebut. Sementara sejarah-sejarah lainnya di daerah (terutama diluar
pulau Jawa) dianggap sebagai sejarah lokal atau sejarah daerah. Polemik antara sejarah
nasional dan sejarah lokal, penulisan sejarah nasional didominasi oleh kajian
sejarah politik sehingga menyebabkan masyarakat kecil tidak mendapatkan tempat
dalam narasi sejarah.
Penulisan
sejarah yang sangat politis berkosekuensi juga pada upaya generalisasi terhadap
konten sejarah. Dampak dari pendekatan politik juga bisa dilihat dari materi
sejarah berisi baik-buruk dan benar salah. Dengan kata narasi sejarah hanya
akan melihat pada dua sisi nilai tersebut saja. Yang baik akan selalu
ditonjolkan sementara yang buruk ditinggalkan atau paling tidak dinarasikan
secara negatif. Sebagai contoh, penulisan sejarah pemberontakan di Indonesia
yang menempatkan posisi pemberontak pihak yang tertuduh dan pemerintah sebagai
pihak yang selalu benar.contoh: pemberontakan DI/TII Aceh tahun 1953, terjadi
pembantaian dan kekerasan oleh pihak militer terhadap masyarakat.
Cerita
seperti ini sama sekali tidak tercatat dalam sejarah nasional Indonesia karena
mungkin dianggap akan mencoreng nama baik negara oleh sebab pelanggaran alat
negara terhadap rakyatnya. Namun di sisi lain nasib rakyat sebagai korban sama
sekali tidak diperhatikan dan diabaikan. Pola penulisan politik seperti sarat
dengan kepentingan pemerintah dan rezim yang berkuasa. Ironinya, kepentingan
tersebut dibalut dengan rasa nasionalisme dan alasan kepentingan negara.
Pengembangan sejarah nasional sekarang ini sering kurang memberi makna bagi
orang-orang tertentu terutama sejarah daerahnya sendiri.
Banyak sejarah nasional tidak dapat menggali lebih
mendalam tentang kajiannya dan bersifat umum saja. Sejarah daerah kita sendiri
terkadang luput dari pengetahuan kita dan sejarah lokal juga bisa digunakan
untuk mengoreksi generalisasi-generalisasi dari Sejarah nasional. Sejarah lokal
sengaja dibuat untuk orang-orang dari zaman kemudian dari hidup pembuatnya.
Sejarah Lokal dalam
Melengkapi Sejarah Nasional
Sejarah lokal seringkali dipahami sebagai bagian dari
sejarah nasional. Hal ini dilatar belakangi oleh fakta bahwa studi sejarah
lokal diperlukan untuk mencari bahan sebagai penyusun nasional yang akhirnya
hanya menghasilkan sejarah nasional versi lokal. Realitas yang muncul di
daerah-daerah dapat berubah, sehingga kadang-kadang peristiwa nasional yang
penting dalam kategori sejarah nasional bisa saja tidak memiliki arti apa-apa
pada sejarah lokal.
Sejarah nasional
ditentukan oleh faktor-faktor ekstra lokal, bukan sekedar kumpulan-kumpulan
peristiwa local, atau peristiwa lokal yang strategis namun juga tergantung pada
kekuatan politik saat itu dan faktor internasional. Penyusunan sejarah nasional
tidak hanya sekedar berdasarkan “pantas tidaknya” peristiwa untuk menjadi unsur
dari sejarah nasional, namun juga berdasarkan logika keterkaitan peristiwa
tersebut dengan latar belakang yang berlaku secara nasional.
Sejarah lokal dapat melengkapi sejarah nasional, karena
sejarah nasional hanya membicarakan sesuatu secara umum sehingga sifatnya
terbatas. Sejarah lokal memberikan detail sehingga mampu melengkapi kekurangan
sejarah nasional. Misalkan sejarah nasional membicarakan proklamasi 1945, pasti
hanya membicarakan kisah di Jakarta. Hal ikhwal proklamasi di daerah/lokal akan
menjadi fungsi pelengkap sejarah nasional. Hasil studi khusus pada sejarah
lokal akan memberikan pengetahuan lebih umum terhadap kejadian-kejadian
historis di tingkat lokal yang merupakan dimensi sejarah nasional.
2. Priodesasi sejarah di sumatera Utara dalam
Historiografi
a.Mengenal Historiografi
Penulisan sejarah (historiografi) merupakan fase atau langkah yang
penting dari beberapa fase yang biasanya dilakukan oleh peneliti sejarah.
Penulisan sejarah (historiografi) merupakan cara penulis an, pemaparan, atau
pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan sebagai hal perwujudan
laporan penelitian atau penulisan sejarah tersebut. Penulisan Sejarah
(Historiografi ) juga dapat menjadi ekspresi kultural dan pantulan keprihatinan
sosial masyarakat atau kelompok sosial yang dihasilkan oleh zamannya. Hal itu
tidak berarti mengingkari bahwa karya sejarah merupakan hasil rekonstruksi
sejarawan. Dalam perkembangan penulisan sejarah (historiografi) di Indonesia,
beberapa corak historiografi cukup menonjol, yaitu historiografi tradisional,
historiografi kolonial dan historiografi nasional.
Historiografi Tradisional
Penulisan sejarah tradisional adalah penulisan sejarah yang dimulai dari
zaman Hindu sampai masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Penulisan
sejarah pada zaman ini berpusat pada masalah-masalah pemerintahan dari
raja-raja yang berkuasa, bersifat istanasentris, yang mengutamakan keinginan
dan kepentingan raja. Penulisan sejarah di zaman Hindu-Buddha pada umumnya
ditulis diprasastikan dengan tujuan agar generasi penerus dapat mengetahui
peristiwa di zaman kerajaan pada masa dulu, di mana seorang raja memerintah.
Dalam historiografi tradisional terjalinlah dengan erat unsur-unsur
sastra, sebagai karya imajinatif dan mitologi, sebagai pandangan hidup yang
dikisahkan sebagai uraian peristiwa pada masa lampau, seperti tercermin dalam
babad atau hikayat. Contoh-contoh historiografi tradisional di antaranya ialah
sejarah Melayu, hikayat raja-raja Pasai, hikayat Aceh, Babad Tanah Jawi, Babad
Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Kartasura, dan masih banyak lagi.
Adapun ciri-ciri dari historiografi tradisional adalah sebagai berikut.
§ Religio sentris, artinya segala sesuatu
dipusatkan pada raja atau keluarga raja (keluarga istana), maka sering juga
disebut istana sentris atau keluarga sentris atau dinasti sentris.
§ Bersifat feodalistis-aristokratis, artinya
yang dibicarakan hanyalah kehidupan kaum bangsawan feodal, tidak ada sifat
kerakyatannya. Historiografi tersebut tidak memuat riwayat kehidupan rakyat,
tidak membicarakan segi-segi sosial dan ekonomi dari kehidupan rakyat.
§ Religio magis, artinya dihubungkan dengan
kepercayaan dan hal-hal yang gaib.
§ Tidak begitu membedakan hal-hal yang khayal
dan yang nyata.
§ Tujuan penulisan sejarah tradisional untuk
menghormati dan meninggikan kedudukan raja, dan nama raja, serta wibawa raja
supaya raja tetap dihormati, tetap dipatuhi, tetap dijunjung tinggi. Oleh karena
itu, banyak mitos bahwa raja sangat sakti, raja sebagai penjelmaan/titisan
dewa, apa yang dikatakan raja serba benar sehingga ada ungkapan "sadba
pandita ratu datan kena wowawali" (apa yang diucapkan raja tidak boleh
berubah, sebab raja segalanya). Dalam konsep kepercayaan Hindu, raja adalah
"mandataris dewa" sehingga segala ucapan dan tindakannya adalah benar
a)
Periodisasi kedatangan
Hindu-Budha di Sumatera Utara (III-V Masehi)
Kedatangan berbagai
etnis India ke pantai timur Sumatera dan pantai Barat Sumatera Utara sudah jauh
sekali sebelum Masehi, yaitu membawa agama Hindu dan terakhir kemudian juga
agama Budha terutama masa arus angin dari India ke Barus pada bulan Nopember
dan Desember. Prof. Coomalaswamy menulis
bahwa Sumatera yang mula-mula sekali dari sejak sebelum Masehi menerima
pendatang Hindu-India. Mereka membawa aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Abad ke-V Masehi
gelombang dari India Selatan membawa agama Budha ke Sumatera dan memperkenalkan
aksara Nagari yang
menjadi cikal bakal aksara Melayu Kuno, Batak dan lain-lain.
Sejak abad ke-3 M,
transportasi perdagangan di kepulauan Nusantara berada di tangan orang Cola.
Pusat di Tamilakam, diambil alih oleh orang Pallava yang kemudian pula
ditaklukkan oleh Cola kembali diabad ke-9 M. Orang Pallava dulu beragama Budha,
tetapi menjadi Hindu kembali. Mereka berasal dari India utara dan simbol mereka
“makara” dan “lembu Shiwa” dan menganggap mereka bukan dari
Matahari atau Bulan tetapi dari “Aswattaman” (pahlawan dari cerita Mahabharata).
Merekalah yang merebut ibukota Cola tahun 280 M dan lambang raja-raja Cola
adalah Harimau yang dicap pada benderanya. Juga pada tahun 717 M pendeta Tamil
Wajabodhi membawa aliran Tantrisme Mahayana Budha ke MALAYU seperti terdapat di
candi di Padang Lawas dan patung Adytiawarman di Pagarruyung. *Kesemuanya
bersamaan dengan membawa juga pengaruh atas perdagangan dan adat-budaya kepada
masyarakat di pantai Barat Sumatera Utara dan mereka membawa aksara PALLAWA.
Peranan etnis India dari Malabar (Malabari) dapat ditelusuri dari hikayat tentang
masuknya Islam ke Sumatera. Islam di Malabar ialah bermazhab Syafei.
Menurut Tome Pires (1515 M) Raja Pasai dan sebagian penduduknya
berasal dari India Islam dari Bengal. Banyak Pedagang Gujarat, Kling dan Bengal
di sini.
Di Lobu Tua (Barus) pantai barat Propinsi Sumatera Utara telah
ditemukan Batu Bersurat, tetapi atas perintah pembesar Belanda kepada Raja
Barus Sutan Mara Pangkat sebahagian telah dihancurkan. Adapun sisa-sisa dari
pecahan batu prasasti itu ada disimpan di seksi arkeologi Museum Pusat Jakarta,
dan inskripsinya sudah diterjemahkan oleh PROF. DR. K. A. NILAKANTA SASTRI dari
Univ. Madras ditahun 1931, yang menurut beliau prasasti itu dibuat ditahun Saka
1010 (=1088 M.). Itu masa pemerintahan RAJA COLA Kerajaan yang diperintah oleh
KULOTUNGGADEWA-I yang menguasai wilayah Tamil di India Selatan.
v
Kerajaan
Pannai sebagai bukti masuknya Buddha di Sumatera Utara
Kerajaan Pannai, Panai atau Pane merupakan kerajaan Buddhis yang pernah berdiri pada abad ke-11
sampai ke-14 di pesisir timur Sumatera
Utara. Lokasi kerajaan ini tepatnya di lembah sungai Panai dan Barumun yang
mengalir diKabupaten Labuhanbatu dan Kabupaten Tapanuli Selatan sekarang. Kerajaan ini kurang dikenal
akibat minimnya sumber sejarah dan sedikitnya prasasti yang menyebutkan
kerajaan ini.
Sebagai kerajaan
kecil, kemungkinan kerajaan Pannai merupakan kerajaan bawahan dari Kerajaan Sriwijaya kemudian Dharmasraya.
Meskipun kurang dikenal, kerajaan Buddha beraliran Tantrayana ini meninggalkan
peninggalan belasan candi-candi Buddha yang tersebar di kawasan Percandian Padanglawas,
yakni sebanyak 16 bangunan, salah satunya Candi
Bahal. Para arkeolog dan
sejarahwan berusaha mencari lokasi kerajaan ini, dan karena kesamaan nama
tempat maka merujuk pada daerah di sekitar muara sungai Panai dan sungai Barumun, pantai
timur Sumatera Utara yang menghadap perairan Selat
Melaka, kini terletak di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Pada
tahun 1846 Franz Junghuhn, seorang ahli geologi dan
Komisaris Hindia Timur melaporkan temuan kompleks biaro di
Padanglawas di daerah hulu
sungai Barumun. Daerah luas yang sunyi dengan runtuhan biaronya, dahulu kala
pernah menjadi pusat keagamaan Kerajaan Pannai. Sebuah kerajaan yang kurang
dikenal dalam percaturan sejarah kuno Indonesia.
Daerah Padanglawas
merupakan dataran rendah yang kering, pada masa lampau mungkin tidak pernah
menjadi pusat pemukiman, dan hanya berfungsi sebagai pusat upacara keagamaan.
Meskipun daerah ini dapat dicapai melalui jalan sungai dan jalan darat, yang
dapat berarti tidak terisolir, tetapi lingkungan Padanglawas yang sering
bertiup angin panas tidak memungkinkan untuk bercocok tanam. Oleh karena
itulah, diduga bahwa pemukiman masyarakat pendukung budaya biaro Padanglawas
seharusnya bermukim di daerah muara Sungai Panai dan Barumun, tidak di sekitar
kompleks percandian.Maka
diduga pusat kerajaan Pannai terletak di daerah yang lebih subur dan lebih
dekat ke jalur perdagangan Selat Melaka, yaitu di sekitar muara sungai Panai
dan Barumun.
b)
Periodisasi kedatangan Islam di
Sumatera Utara
Sumatera Utara memiiki letak
geografis yang strategis. Hal ini membuat Sumatera Utara menjadi pelabuhan yang
ramai, menjadi tempat persinggahan saudagar-saudagar muslim Arab dan menjadi
salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu.
Dari catatan perjalanan di Perlak
(Peureula) Marcopolo menjumpai penduduk yang memeluk agama Islam, dan juga
banyak pedagang Islam yang berasal dari India yang giat menyebarkan agama
Islam. Di sekitar kota banyak penduduknya yang masih kafir. Hal ini menunjukkan
pada masa kedatangan Marcopolo pengislaman di wilayah itu belum lama
berlangsung. (A. Hasyimsy,
1993.193)
Keadaan ini rupanya sangat segera
berubah. Di Samudra terdapatkan makam-makam raja Islam, di antaranya satu dari
Sultan Malik al-Saleh yang meninggal dalam bulan Ramadhan tahun 676 sesudah
hijrah Nabi (= 1297 Masehi). Ini, berarti, bahwa segera sesudah kunjungan Marco
Polo itu Samudra telah di Islamkan, sedangkan yang memerintah adalah orang yang
bergelar “Sultan”. (A. Hasyimsy,
1993.193)
Sebelum masuk agama Islam ke
Sumatera Utara, masyarakat setempat telah menganut agama Hindu. Hal ini
dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan bahwasanya Sultan Malik As-Shaleh,
Sultan Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya diIslamkan
oleh Syekh Ismael. (A.Hasyimsy,
1993. 194)
Sama halnya dengan Sumatera Utara,
Sumatera Selatan juga memiliki letak geografis yang strategis. Sehingga
pelabuhan di Sumatera Selatan merupakan pelabuhan yang ramai dan menjadi salah
satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Oleh karena itu, otomatis banyak
saudagar-saudagar muslim yang singgah ke pelabuhan ini. (A. Hasyimsy, 1993.194)
Sumatera Utara merupakan salah satu
pusat perniagaan yang terpenting di Nusantara pada abad ke- 7 M. Sehingga
Sumatera Utara menjadi salah satu tempat berkumpul dan singgahnya para
saudagar-saudagar Arab Islam. Dengan demikian dakwah Islamiyah berpeluang untuk
bergerak dan berkembang dengan cepat di kawasan ini.
Hal ini berdasarkan catatan tua Cina
yang menyebutkan adanya sebuah kerajaan di utara Sumatera namanya Ta
Shi telah membuat hubungan diplomatik dengan kerajaan Cina. Ta Shi menurut
istilah Cina adalah istilah yang diberikan kepada orang-orang Islam. Letak kerajaan
Ta Shi itu lima hari berlayar dari Chop’o (bagian yang lebih lebar dari malaka)
di seberang selat Malaka. Ini menunjukkan Ta Shi dalam catatan tua Cina itu
ialah Ta Shi Sumatera Utara, bukan Ta Shi Arab. Karena, Ta Shi Arab tidak
mungkin di capai dalam waktu lima hari. (A.Hasyimsy,
1993. 193)
Islam semakin berkembang di Sumatera
Utara setelah semakin ramai pedagang – pedagang muslim yang datang ke
Nusantara, karena Laut Merah telah menjadi Laut Islam sejak armada rome
dihancurkan oleh armada muslim di Laut Iskandariyah. (A.Hasyimsy, 1993. 193)
Disamping itu terdapat satu faktor
besar yang menyebabkan para pedagang Islam Arab memilih Sumatera
Utara pada akhir abad ke- 7 M yaitu karena terhalangnya pelayaran mereka
melalui Selat Malaka karena disekat oleh tentara laut/Sriwijaya kerajaan Budha
sebagai pembalasan atas serangan tentara Islam atas kerajaan Hindu di Sind.
Maka terpaksalah mereka melalui Sumatera utara dengan pesisir barat Sumatera
kemudian masuk selat Sunda melalui Singapura menuju Kantun, Cina. (A.Hasyimsy, 1993. 193)
a.
Kerajaan Aru
Kerajaan Aru atau Haru merupakan
sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah pantai timur Sumatera Utara sekarang. Nama
kerajaan ini disebutkan dalam Pararaton(1336) dalam teks Jawa Pertengahan (terkenal dengan Sumpah Palapa)
Dalam perjalanan Marco Polo pada tahun 1292
Kerajaan Aru tidak disebutkan, diindikasikan adanya 8 (delapan) kerajaan di
Pulau Sumatera yang seluruh penduduknya penyembah berhala. Kunjungan ini
bertepatan dengan pembentukan negara-negara pelabuhan Islam pertama. Beberapa
kerajaan yang disebutkan Ferlec (Perlak), Fansur (Barus),Basman (Peusangan)-di daerah Bireuen sekarang- , Samudera (kemudian dikenal Pasai) dan Dagroian (Pidie). Tiga kerajaan lainnya tidak disebutkan.[6]. Sumber lain
menambahkan Lambri (Lamuri) dan Battas (Batak).[7]
Islam masuk ke kerajaan Haru paling tidak pada abad ke-13[5]. Kemungkinan Haru
lebih dulu memeluk agama Islam daripada Pasai, seperti yang disebutkan Sulalatus Salatin dan dikonfirmasi
oleh Tome Pires[4]. Sementara
peduduknya masih belum semua memeluk Islam, sebagaimana dalam catatan
d'Albuquerque (Afonso de Albuquerque) (Commentarios, 1511, BabXVIII) dinyatakan bahwa penguasa kerajaan-kerajaan
kecil di Sumatera bagian Utara dan Sultan Malaka biasa memiliki orang kanibal
sebagai algojo dari sebuah negeri yang bernama Aru. Juga dalam catatan Mendes
Pinto (1539), dinyatakan adanya masyarakat 'Aaru' di pesisir Timur
Laut Sumatera dan mengunjungi rajanya yang muslim, sekitar dua puluh tahun
sebelumnya, Duarte Barbosa sudah mencatat
tentang kerajaan Aru yang ketika itu dikuasai oleh orang-orang kanibal penganutpaganisme Namun tidak
ditemukan pernyataan kanibalisme dalam sumber-sumber Tionghoa zaman itu.
Historiografi Kolonial
Berbeda dengan historiografi tradisional, historiografi kolonial merupakan
penulisan sejarah yang membahas masalah penjajahan Belanda atas Bangsa
Indonesia. Penulisan tersebut dilakukan oleh orang-orang Belanda dan banyak di
antara penulisnya yang tidak pernah melihat Indonesia. Sumber-sumber yang
dipergunakan berasal dari arsip negara di negeri Belanda dan di Jakarta
(Batavia); pada umumnya tidak menggunakan atau mengabaikan sumber-sumber
Indonesia.
Sesuai dengan namanya, yaitu
historiografi kolonial, maka sebenarnya kuranglah tepat bila disebut penulisan
sejarah Indonesia. Lebih tepat disebut sejarah Bangsa Belanda di Hindia Belanda
(Indonesia). Mengapa demikian? Hal ini tidaklah mengherankan, sebab fokus
pembicaraan adalah Bangsa Belanda, bukanlah kehidupan rakyat atau kiprah Bangsa
Indonesia di masa penjajahan Belanda. Itulah sebabnya, sifat pokok dari
historiografi kolonial ialah Eropa sentris atau Belanda sentris. Yang diuraikan
atau dibentangkan secara panjang lebar adalah aktivitas Bangsa Belanda,
pemerintahan kolonial, aktivitas para pegawai kompeni (orang-orang kulit
putih), seluk beluk kegiatan para gubernur jenderal dalam menjalankan tugasnya
di tanah jajahan, yakni Indonesia. Aktivitas rakyat tanah jajahan (rakyat
Indonesia) diabaikan sama sekali.
Contoh historigrafi kolonial, antara lain
sebagai berikut.
Indonesian Trade and Society karangan Y.C.
Van Leur.
Indonesian Sociological Studies karangan
Schrieke.
Indonesian Society in Transition karangan
Wertheim.
Historiografi Nasional
Sesudah Bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan pada tahun 1945, maka
sejak saat itu ada kegiatan untuk mengubah penulisan sejarah Indonesia sentris.
Artinya, Bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia menjadi fokus perhatian, sasaran
yang harus diungkap, sesuai dengan kondisi yang ada, sebab yang dimaksud dengan
sejarah Indonesia adalah sejarah yang mengungkapkan kehidupan bangsa dan rakyat
Indonesia dalam segala aktivitasnya, baik politik, ekonomi, sosial maupun
budaya. Dengan demikian, maka muncul historiografi nasional yang memiliki
sifat-sifat atau ciri-ciri sebagai berikut.
§ Mengingat adanya character and
nation-building.
§ Indonesia sentris.
§ Sesuai dengan pandangan hidup Bangsa
Indonesia.
§ Disusun oleh orang-orang atau penulis-penulis
Indonesia sendiri, mereka yang memahami dan menjiwai, dengan tidak meninggalkan
syarat-syarat ilmiah.
Contoh
historiografi nasional, antara lain sebagai berikut.
§ Sejarah Perlawanan-Perlawanan Terhadap
Kolonialisme dan Imperialisme, editor Sartono Kartodirdjo.
§ Sejarah Nasional Indonesia, Jilid I sampai
dengan VI, editor Sartono Kartodirdjo.
§ Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia
Tenggara, karya R. Moh. Ali.
§ Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid I
sampai dengan XI, karya A.H. Nasution.
3 .Pahlawan Lokal yang di Nasionalkan di
Sumatera Timur
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan
pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yg gagah berani
.Pahlawan nasional adalah gelar yang
diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan
penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau
yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi
dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara
Republik Indonesia.
Untuk memperoleh gelar sebagai
pahlawan nasional, harus memenuhi syarat umum dan syarat khusus sebagaimana
diatur dalam Pasal 25 dan
Pasal 26 UU No. 20/2009, yaitu:
1. Syarat umum (Pasal 25 UU No. 20/2009):
a. WNI atau seseorang yang berjuang di
wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI;
b. memiliki integritas moral dan
keteladanan;
c. berjasa terhadap bangsa dan negara;
d. berkelakuan baik;
e. setia dan tidak mengkhianati bangsa
dan negara; dan
f. tidak pernah dipidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat
5 (lima) tahun.
2. Syarat khusus (Pasal 26 UU No. 20/2009) berlaku
untuk gelar pahlawan nasional yang diberikan kepada seseorang yang telah
meninggal dunia dan yang semasa hidupnya:
a. pernah memimpin dan melakukan
perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain
untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa
b. tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan
c. melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya;
d. pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara;
e. pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa;
f. memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/atau
g. melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.
b. tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan
c. melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya;
d. pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara;
e. pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa;
f. memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/atau
g. melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.
Hal tersebut dapat dipercaya
jika terdapat adanya :
1. Daftar uraian riwayat hidup dan perjuangan
beliau oleh yang bersangkutan secara tertulis dengan ilmiah, disusun
sistematis, serta berdasarkan data yang akurat
2. Daftar dan bukti Tanda Kehormatan yang pernah
diterima/diperoleh
3. Catatan pandangan/pendapat tokoh masyarakat
tentang Pahlawan Nasional yang bersangkutan
4. Foto-foto/gambar dokumentasi yang menjadi
potret perjuangan beliau yang bersangkutan
5. Telah diabadikan namanya melalui sarana
monumental sehingga dikenal masyarakat
Mereka yang disebut sebagai pahlawan nasional dan
revolusi ini dinilai memiliki kontribusi yang sangat besar dalam
memperjuangkan, mengisi dan mempertahankan Indonesia, sehingga nama mereka
dicatat dalam pelajaran Sejarah Indonesia dan wajib diketahui oleh pelajar.
Daftar Nama Pahlawan Lokal Medan yang dinasionalkan.
1.
Si
Singamangaradja XII (SK Pres: 590 Tahun 1961 bertanggal 9 – 11 – 1961)
Lahir : Bakkara, Humbang Hasundutan,18
Februari 1845
Wafat : Dairi, 17 Juni 1907
Pemimpin legendaris masyarakat Batak bermarga Sinambela ini mempunyai
gelar Patuan Bosar Ompu Pulo Batu. Beliau naik tahta pada
tahun 1876 menggantikan ayahnya Raja Sisingamangaraja XI yang bernama
Ompu Sohahuaon. Penobatannya sebagai raja ke-12 bersamaan dengan masuknya
Belanda ke Sumatera Utara. Disini Belanda berusaha menanamkan monopoli atas
perdagangan di Bakkara. Hal ini memicu Perang Batak yang dipimpin
oleh Sisingamangaraja XII hingga puluhan tahun lamanya. Setelah Bakkara
dikuasai Belanda, beliau masih memimpin perang gerilya sampai akhirnya beliau
gugur ditembak Belanda di Dairi beserta ketiga putra-putrinya.
2. Dr. Ferdinand Lumban Tobing(SK Pres: 361
Tahun 1962 bertanggal 17 – 11 – 1962)
Lahir
di : Sibuluan,Sibolga,Sumut
19 Februari 1899
Wafat di :
Jakarta,7 Oktober 1962
19 Februari 1899
Wafat di :
Jakarta,7 Oktober 1962
Lulusan sekolah
dokter STOVIA ini akhrab disapa FL Tobing. Beliau pernah bekerja
di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pada awal kemerdekaan beliau
diangkat sebagai Menteri Penerangan, Menteri Hubungan Antar Daerah, Menteri
Transmigrasi dan Menteri Kesehatan (pejabat sementara). Selain itu ia juga
pernah menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara. Namanya sekarang
diabadikan menjadi nama bandara di kabupaten Tapanuli Tengah.
3.Mayjen (Purn) H
Tengku Rizal Nurdin (SK Pepres No. 083/TK/2005
tanggal 9 November 2005)
Lahir
: Bukittinggi, 21 Februari 1948
Wafat : Medan, 5 September 2005
Wafat : Medan, 5 September 2005
Putera Melayu Deli ini pernah menjabat sebagai Pangdam I TNI
Bukit Barisan tahun 1997-1998. Dia pernah menjabat sebagai Gubernur Sumatera
Utara selama dua periode antara tahun 1998 sampai dengan 2005. Sebuah kecelakaan
tragis mengakhiri hidupnya. Dia meninggal dalam kecelakaan pesawat
Mandala Airlines penerbangan RI 091 jurusan Medan-Jakarta pada
tanggal 5 September 2005.
4.Jendral Besar (Purn) DR Abdul Harris Nasution
Lahir : Kotanopan,
Mandailing Natal, 3 Desember 1918
Wafat : Jakarta, 6 September 2000
Penetapan : Keppres No. 73/TK/2002 tanggal 6 November 2002
Wafat : Jakarta, 6 September 2000
Penetapan : Keppres No. 73/TK/2002 tanggal 6 November 2002
AH Nasution adalah satu dari
tiga Jenderal Besar di Indonesia selain Jend. Sudirman dan mantan presiden
Jend. Soeharto. Beliau merupakan salah satu tokoh yang menjadi sasaran dalam
peristiwa Gerakan 30 September, namun yang menjadi korban adalah
putrinya Ade Irma Suryani dan ajudannya, Lettu Pierre
Tendean. Pada saat itu beliau menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI.
AH Nasution juga pernah diangkat menjadi Panglima Angkatan Perang Republik
Indonesia. Sebagai seorang pakar militer, AH Nasution sangat dikenal sebagai
ahli perang gerilya. Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang
fenomenal, Fundamentals of Guerrilla Warfare. Selain diterjemahkan
ke berbagai bahasa asing, karya itu menjadi buku wajib akademi militer di
sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia, West Point Amerika
Serikat. Jejak perjuangan beliau diabadikan dalam museum Sasmitaloka Jenderal
Besar DR AH Nasution di jalan Teuku Umar No. 40 Jakarta.
5.H. Adam Malik Batubara
Lahir :
Pematangsiantar, 22 Juli 1917
Wafat : Bandung, 5 September1984
Penetapan : Keppres Nomor 107/TK/1998 tanggal 6 November 1998
Wafat : Bandung, 5 September1984
Penetapan : Keppres Nomor 107/TK/1998 tanggal 6 November 1998
Adam Malik adalah wakil
presiden Indonesia yang ketiga. Pernah menjabat sebagai Menteri Indonesia pada
beberapa Departemen, antara lain Departemen Luar Negeri dan
Departemen Perdagangan. Ia juga pernah menjadi ketua DPR tahun 1977 –
1978. Sebagai Menteri Luar Negeri, pada tahun 1971 ia terpilih sebagai
orang Indonesia pertama yang menjadi Ketua Majelis Umum PBB ke-26. Bersama
Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya
ASEAN tahun 1967. Untuk mengenang perjuangan beliau, dibangun sebuah museum di
jalan Diponegoro No. 29 Jakarta.
6.Kiras Bangun (Gara Mata)
Lahir : Batu Karang,
Payung, Karo, 1852
Wafat : Batukarang, Payung, Karo, 22 Oktober 1942
Penetapan : Keppres No. 82/TK/2005 tanggal 7 November 2005
Wafat : Batukarang, Payung, Karo, 22 Oktober 1942
Penetapan : Keppres No. 82/TK/2005 tanggal 7 November 2005
Beliau adalah seorang ulama dari Tanah Karo yang menggalang pasukan
lintas agama di Sumatera Utara dan Aceh untuk menentang
penjajahan Belanda. Pasukan yang disebut pasukan Urung tersebut beberapa
kali terlibat pertempuran terbuka maupun gerilya dengan Belanda di Karo. Kiras
pernah dibuang ke Cipinang bersama kedua anaknya antara tahun 1919-1926.
7.Mayjen (Anumerta) Donald Isaac Panjaitan
Lahir : Balige, 19
Juni 1925
Wafat : Jakarta, 1 Oktober 1965
Penetapan : Keppres No. 111/KOTI/1965 tanggal 5 Oktober 1965
Wafat : Jakarta, 1 Oktober 1965
Penetapan : Keppres No. 111/KOTI/1965 tanggal 5 Oktober 1965
Putera asli Balige, Toba
Samosir ini mengawali karir sebagai anggota TKR (sekarang TNI). Beliau terbunuh
pada peristiwa G 30 S tanggal 30 September 1965 kemudian dimakamkan di TMP
Kalibata pada tanggal 5 Oktober 1965. Pada saat itu jabatan beliau adalah
Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Beliau bersama
kesembilan korban G 30 S lainnya dijuluki pahlawan Revolusi. Untuk mengenang
jasa-jasanya dibangun Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
8.Mr DR (HC) Teuku
Mohammad Hasan
Lahir : Sigli, 4
April 19
Wafat : Jakarta, 21 september 1977
Penetapan : Keppres Nomor 085/TK/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006
Wafat : Jakarta, 21 september 1977
Penetapan : Keppres Nomor 085/TK/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006
Teuku Muhammad
Hasan adalah Gubernur Provinsi Sumatera
Pertama setelah Indonesia merdeka dengan ibukota di Medan.
Selain itu pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia pada tahun 1948 hingga tahun 1949. Beliau juga
dikenal sebagai pejuang dan perintis kemerdekaanIndonesia dengan bergabung ke
organisasi Perhimpunan Indonesia bentukan Mohammad Hatta di Belanda.
9.Tengku Amir Hamzah Pangeran
Indera Putera
Lahir : Tanjung
Pura, Langkat, 28 Februari 1911
Wafat : Kuala Begumit, Langkat, 20 Maret 1946
Penetapan : Keppres No. 106/ tahun 1975 tanggal 3 November 1975
Wafat : Kuala Begumit, Langkat, 20 Maret 1946
Penetapan : Keppres No. 106/ tahun 1975 tanggal 3 November 1975
Tengku Amir Hamzah atau sering
dipanggil Amir Hamzah terlahir sebagai putera bangsawan Kesultanan
Langkat. Amir Hamzah bersekolah dan tinggal di pulau Jawa pada saat
pergerakan kemerdekaan. Bersama dengan Sutan Takdir
Alisjahbana dan Armijn Pane ia mendirikan majalah Pujangga
Baru yang kemudian dianggap sebagai tonggak berdirinya angkatan sastrawan Pujangga
Baru. Amir Hamzah selanjutnya dikenal menjadi penyair besar.
Tragis, Amir Hamzah terbunuh dalam Revolusi Sosial tahun
1946 yang melanda pesisir Sumatra bagian timur di awal-awal kemerdekaan.
Revolusi Sosial adalah gerakan sosial di Sumatera oleh rakyat terhadap
penguasa kesultanan Melayu. Revolusi ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang
hendak menghapuskan sistem kerajaan dengan alasan antifeodalisme. Akibatnya
terjadi mobilisasi rakyat yang berujung pada pembunuhan anggota keluarga
kesultanan Melayu yang dikenal pro-Belanda.
10.Tahi
Bonar Simatupang
Lahir di
Sidikalang,Sumatera Utara,28 Januari 1920
Wafat di
Jakarta,1 Januari 1990
Penetapan : Keppres No. 068/TK/2013 tanggal 6
November 2013
Beliau diterima di Koninklije Militaire Academie (KMA) - akademi untuk
anggota KNIL, di Bandung dan selesai pada 1942,dianugerahi gelar Doctor Honoris
Causa dari Universitas Tulsa, Oklahoma, Amerika Serikat.(1969)Pernah menjadi
Wakil Kepala Staf Angkatan Perang RI (1948-1949)Kepala Staf Angkatan Perang RI
(1950-1954).Penasihat Militer di Departemen Pertahanan RI. 1954-1959ia kemudian
mengundurkan diri dengan pangkat Letnan Jenderal dari dinas aktifnya di kemiliteran
karena perbedaan prinsipnya dengan Presiden Soekarnopelayanan Gereja dan aktif
menyumbangkan pemikiran-pemikirannya tentang peranan Gereja di dalam
masyarakat.
§ Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia,
§ Ketua Majelis Pertimbangan PGI,
§ Ketua Dewan Gereja-gereja Asia,
§ Ketua Dewan Gereja-gereja se-Dunia, dll.
§ Ketua Yayasan Universitas Kristen Indonesia
§ Ketua Yayasan Institut Pendidikan dan
Pembinaan Manajemen (IPPM) dan pencetusnya
11.K.H Zainal Arifin
Lahir
di : Barus,SUMUT,2
September 1909
Wafat di Jakarta, 2 Maret 1963
SK Pres: 35 Tahun 1963 bertanggal 4 – 3 –
1963
Beliau anak tunggal dari keturunan raja Barus, Sultan Ramali bin Tuangku
Raja Barus Sultan Sahi Alam Pohan dengan perempuan bangsawan asal Kotanopan,
Mandailing, Siti Baiyah boru Nasution.Beliau Anggota Komisariat Pemerintah
Pusat di Jawa (KPPD), masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang
berkedudukan di Bukit Tinggi, Sumatera Barat,Sekertaris Pucuk Pimpinan TNI,Wakil
Partai Masyumi di DPRS (1949),Wakil Partai NU ,Wakil perdana menteri
(waperdam) dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo I (1953-1955),Tokoh penting yang
berhasil menempatkan partai NU ke dalam "tiga besar" pemenang pemilu
1955, dimana jumlah kursi NU di DPR meningkat dari hanya 8 menjadi 45
kursi. ,Wakil ketua I DPR RI, setelah pemilu 1955, Wakil NU dalam
Majelis Konstituante ,Ketua DPR Gotong Royong (DPRGR) dan aktif dalam
kegiatan seni sandiwara musikal melayu, Stambul Bangsawan sebagai penyanyi dan
pemain biola. Stambul Bangsawan merantau ke Batavia (Jakarta)
12.LetjenTNI (Purn)Djamin Gintings
Kepress No.115 TK 2014 Tanggal 06 Nov 2014
Beliau tokoh dari Sumatera Utara dan beliau adalah pejuang kemerdekaan
yang menentang pemerintahan Hindia Belanda, beliau juga seorang petinggi TNI
yang berhasil menumpas pemberontakan Nainggolan di Medan pada April 1958
Namun demikian, menurut Kepala Pusat Studi Sejarah dan
Ilmu sosoal (Pussis) Dr Phil Ichwan Azhari, di Medan Unimed ini, beberapa nama
yang juga layak dikenal sebagai pahlawan dari Sumatera Utara, tetapi kurang
dikenal dalam Sejarah Nasional Indonesia adalah seperti Datuk Sunggal (pemimpin
Perang Sunggal), Bedjo (pemimpin Pertempuran Medan Area),.Kemudian Raja Rondahaim
Saragih (Tokoh dari Raya yang menolak kolonial), Sultan Mahmud Perkasa Alamsjah
(tokoh pembangun kota Medan), Parada Harahap (tokoh pers Sumatera Utara),
Adinegoro (Tokoh pers Sumatera Utara), Williem Iskandar (tokoh pendidikan), Abdoellah Loebis (tokoh pendidikan) dan Raja Orahili dari Nias.
Untuk itu, kata beliau, sudah seharusnya kurikulum
pembelajaran sejarah lokal yang memuat materi-materi lokal mesti diperkenalkan
kepada pelajar sehingga pelajar itu dapat mengetahui lebih luas tentang
pejuang, tokoh dan pahlawan daerahnya.
Komentar
Posting Komentar